Saatnya Memilih Fitnes dan Gym

Beberapa tahun terakhir ini muncul fenomena menarik dalam dunia kebugaran di Indonesia. Di kota-kota besar, mulai banyak bermunculan beragam fitness center, dari yang menawarkan konsep konservatif hingga suasana bak dugem.

Memang, sih, perkembangan fitness center di negara kita tidak sepesat di Amerika, misalnya, yang di setiap sudut kotanya menawarkan gym. Meski demikian, kini berolahraga di fifness center tengah menjadi trend di masyarakat Indonesia. Ibaratnya, menenteng tas besar berisi perlengkapan olahraga sudah segaya menjinjing tas tangan mode terbaru. Namun sebenarnya, apa sih yang membuat orang berlomba-lomba menjadi member suatu gym? Ingin punya tubuh bugar atau sekedar gaya-gayaan?

Sepuluh tahun yang lalu, berbicara mengenai fitness center berarti berbicara mengenai sesuatu yang hanya terjangkau oleh sebagian golongan masyarakat saja, tepatnya golongan ekonomi kelas atas. Seperti dikatakan Etty Budhi Hani S., Reebok Global Master Trainer, pada era tersebut fifness center identik dengan kemewahan. Sebagian besar lokasinya berada di hotel bintang lima, hal yang menguatkan citra kemewahan itu. "Apalagi pada masa tersebut, bertandang suatu hotel sudah mencirikan ekslusivitas," kata wanita yang sudah puluhan tahun berkecimpung di dunia kebugaran.
Sekedar ilustrasi, untuk dapat bergabung dengan suatu fitness center, calon anggota dikenakan sejumlah biaya mulai dari joining! annual fee, hingga monthly fee. Jumlahnya bervariasi di setiap fitness center. Namun, umumnya mencapai angka jutaan rupiah. Dengan kondisi seperti itu, alhasil hanya mereka yang berkocek tebal lah yang mampu berolahraga di fitness center. Biasanya, yang masuk ini golongan ini adalah mereka yang sudah berusia matang (rata-rata 40an tahun ke atas) dan mapan.

Entah berkaitan atau tidak, target pasar kaum dewasa mapan yang dibidik oleh fitness center pada masa tersebut tampaknya bterpengaruh pada atmosfer fitness center itu. Menyesuaikan dengan kemapanan para anggotanya, umumnya fitness center didesain konservatif. Tidak ada live music membahana yang mengiringi member Selama berlatih, kecuali bila berada di kelas. Lampu-lampu penunjang cukup dipilih yang berwarna putih, tanpa ada efek permainan cahaya apapun.

Kondisi tersebut agaknya mulai bergeser dalam tahun-tahun belakangan ini. Bermunculan fitness center fitness center baru dengan konsep berbeda. Jika sebelumnya hanya kelas ekonomi atas yang dibidik, kini golongan menengah pun menjadi target pasarnya. Sebagai konsekuensi, berbagai biaya dipangkas.

Sejumlah penawaran khusus diber-lakukan. Alhasil, fitness center tidak berkesan semewah dan semahal dulu. Pemilihan lokasi juga menjadi salah satu hal yang diperhitungkan. Bila dulu hotel bintang lima yang jadi pilihan, kini tampaknya pusat perbelanjaan jadi primadona. Letaknya yang strategis, entah berada dekat komplekpe-rumahan atau tidak jauh dari sentra bisnis, membuat beberapa pusat perbelanjaan dilengkapi dengan fitness center juga. Hal ini relatil memudahkan akses bagi mereka yang ingin mencapainya.

Dengan strategi baru tersebut, pangsa pasarnya pun melebar. Remaja, golongan mahasiswa, atau kaum dewasa muda terlihat mulai memenuhi sejumlah fitness center. Fitness center tidak lagi menjadi ’daerah jajahan’ mereka yang berusia 40an tahun. Jiwa muda seolah menyeruak ke daiamnya, menghembuskan atmosfer baru. Sejumlah fitness center bahkan membuat desam ruangan yang lebih funky atao terus menerus memutar musik keras-keras seperti berada dalam club untuk menegaskan kesan muda. Mengatur penataan cahaya, berikut penyediaan lounge yang nyaman merupakan cara lain agar member betah.

Mari kita memulai sehat Nge-Gym